Menyatukan Selera Makan yang Berbeda

Oleh : Milla Efendy

Jodoh, umur, dan rizqi sudah diatur sama Allah SWT. Tidak ada yang tahu, akan berjodoh dengan siapa. Ada yang sudah menjalin hubungan lima tahun, bahkan lebih harus kandas di tengah jalan. Orang bilang satu kecamatan sudah tahu, akhirnya sama orang lain juga. 

Jodoh setiap orang itu, ada yang bilang wajahnya mirip satu sama lain. Kalau tidak mirip ya mirip ke saudara ipar. Entah benar atau tidak, itu katanya. Ada juga yang bilang, tahu jodoh itu kalau sehidup semati. Banyak versi mengenai jodoh pasangan laki-laki dan perempuan.

Saat mencoba mengarungi kehidupan yang baru, kedua pasangan akan berjanji atau melakukan akad nikah di depan penghulu disaksikan kedua orang tua masing-masing dan juga sanak saudara yang lain.

Banyak wejangan atau nasihat yang diberikan baik oleh pak penghulu, pak kyai yang mengisi tausiyah saat walimatul ursi, dan kedua orang tua. Salah satu wejangan harus menerima satu sama lain, salah satu harus mengalah saat ada perbedaan pendapat, dan masih banyak wejangan lain.

Seminggu setelah pernikahan terasa sangat indah dan saling menyesuaikan diri. Di saat proses penyesuaian diri, mulailah muncul permasalahan sepele yang bisa memicu emosi sang istri. Kebiasaan yang lambat laun muncul dengan sendirinya. Gampangannya sifat asli mulai muncul satu per satu.

Menjalani rumah tangga itu katanya menyatukan dua sifat yang berbeda. Suami pendiam, biasanya punya istri yang cerewet dan rewel. Atau sebaliknya, istri pendiam mempunyai suami yang keras wataknya. Ada juga istrinya serius mempunyai suami yang usil dan humoris.

Tidak hanya sifat yang berbeda, selera makan ternyata juga berbeda juga harus disamakan. Suami yang suka pedas, asin, dan masakan yang matang belum tentu sama dengan selera istri yang manis dan tidak pedas. Cuma biasanya, istri akan mengalah dan mengorbankan perasaannya untuk memasak kesukaan suami. Tidak dicela saja rasanya sudah bahagia. Padahal jelas-jelas masakannya tidak seenak ibu mertua.

Menjalani kehidupan rumah tangga sudah pasti banyak permasalahan sebagai bumbunya rumah tangga. Tidak cuma masalah makanan, anak-anak pun bisa jadi sumber permasalahan saat berbeda pendapat dalam mendidik anak-anak. Apalagi ada kecenderungan mbah putri sebagai dewa penolong seringkali menjadi keributan kecil. Wajar juga sepertinya, karena mbah putri itu lebih sayang sama cucu ketimbang sama anaknya.

Banyak cerita dalam menjalani biduk rumah tangga. Tetapi, harus bisa melengkapi satu sama lain, demi tetap menjaga keutuhan rumah tangga dan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warokhmah.

Bumiayu, 28 Februari 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Karakter di SMA N 1 Paguyangan Kabupaten Brebes

SMAN 1 Paguyangan Meraih Juara 3 Lomba Best Practice Inovasi Sekolah Tingkat Provinsi Jawa Tengah

Sepenggal Kisah Kopdar RVL 1