Kendala Pembelajaran Daring

 Oleh : Milla Efendy

 Pembelajaran jarak jauh dengan daring, baik yang menggunakan aplikasi teams atau google meet atau WAG ada kesan tersendiri untuk para siswa. Ada yang ikut karena memang ada niat untuk belajar, ada yang ikut hanya karena absensi, dan ada yang ikut juga karena merasa terpaksa.

Siswa dengan karakter yang berbeda, pasti akan terlihat saat pembelajarannya dengan tatap muka langsung. Pembelajaran dengan daring tentu saja menjadi sesuatu yang cukup sulit mengenal kepribadian atau karakter masing-masing siswa. Guru berusaha berpikiran positif terhadap siswa.

Pembelajaran dengan virtual ada kesan tersendiri saat bisa berkomunikasi langsung dengan siswa. Untuk sementara mengesampingkan dulu siswa yang tidak ikut. Apa yang disampaikan ke siswa lebih mengena daripada hanya sekedar chat atau pesan singkat lewat tulisan.

Penjelasan materi yang hanya 30 menit lumayan efektif, sebagai guru merasa lega sudah menyampaikan materi meskipun hanya intinya. Tidak mungkin sedetail saat menjelaskan langsung ke siswa di depan kelas. Siswa juga merasakan hal yang sama, paling tidak ada bayangan dengan materi yang disampaikan.

Mengajar siswa SMK pastinya ada sedikit kendala. Usia yang bisa dibilang bukan usia anak-anak lagi. Rasanya orang tua menganggap mereka itu sudah dewasa. Jadi tidak ada campur tangan orang tua saat siswa mendapatkan tugas dan mengerjakannya. Orang tua hanya sekedar mengingatkan untuk menyelesaikan tugas.

Bagi siswa yang rajin dan disiplin, setiap kali ada tugas tanpa disuruh sudah pasti langsung dikerjakan. Beda dengan siswa yang lebih suka menunda-nunda tugas yang harus diselesaikan, tugas yang seharusnya selesai dalam satu minggu bisa jadi menjadi  berbulan-bulan sampai nilai akhir rapot dibuat.

Apalagi siswa merasa berada di zona nyaman saat pembelajaran daring, dimana nyamannya belajar di rumah, seringkali disalahartikan para siswa. Jadwal virtual seringkali molor hanya untuk menunggu para siswa bergabung. Hanya diikuti siswa yang itu-itu saja, maksudnya hanya diikuti siswa yang sama setiap kali ada virtual.

Rasanya guru sudah bosan bertanya pada siswa yang belum pernah ikut virtual. Dengan jawaban tidak ada kuota, menurut siswa itu jawaban yang paling tepat. Padahal kalau tidak punya kuota paling hanya seminggu, dan tidak mungkin pembelajaran yang sudah berlangsung 6 minggu selalu tidak ada kuota.

Permasalahan yang dihadapi tapi tidak ada solusi. Saat siswa diberi kesempatan untuk daring di sekolah dengan memanfaatkan labkom yang ada, tidak ada juga siswa yang memanfaatkan. Selalu ada saja alasan siswa, mau ke sekolah tidak ada kendaraan, kalau nunggu angkutan umum lama. Mungkin menurut siswa, para guru itu mudah dikelabui.

Kuota bantuan pemerintah yang diberikan setiap bulan, tidak menjamin siswa mengikuti pembelajaran dengan disiplin. Ada saja alasan untuk mengelabui guru, alasan yang hanya untuk menutupi kemalasan para siswa mengerjakan tugas. Siswa jaman now yang maunya dimengerti tapi tidak mau mengerti, maunya dihargai tapi tidak mau menghargai.

Sebagai seorang guru harus bisa menahan sabar sampai tidak ada batasnya. Sabar tingkat dewa dan mengikhlaskan apa yang dilakukan setiap siswa. Mau marah juga hanya membuang energi dan tidak ada manfaatnya. Karena ketemu langsung saja baru satu kali di semester satu.

 Bumiayu, 5 Februari 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Karakter di SMA N 1 Paguyangan Kabupaten Brebes

SMAN 1 Paguyangan Meraih Juara 3 Lomba Best Practice Inovasi Sekolah Tingkat Provinsi Jawa Tengah

Sepenggal Kisah Kopdar RVL 1