Di Ujung Batas Kesabaran

Oleh : Milla Efendy

Pembelajaran daring yang tidak tahu sampai kapan akan berakhir, tidak hanya menyulut emosi orang tua yang harus mendampingi anak-anak menyelesaikan tugas dari guru. Orang tua merasa sudah tidak tahan harus menyaksikan anak-anaknya tidur larut malam dan bangunnya pun kesiangan. Apalagi tidak ada jeda waktu untuk lepas dari HP. Dengan alasan mengerjakan tugas daring, faktanya anak-anak justru asyik main game. 

Sebagai guru di tingkat SMK, menghadapi puluhan siswa bukan hal yang mudah dalam pembelajaran daring. Apalagi mengajar kelas sepuluh sebanyak 8 kelas yang hanya bertemu sekali di semester ganjil dalam waktu hanya 30 menit. Bagaimana mungkin bisa mengetahui karakter masing-masing siswa. Pembelajaran daring melalui aplikasi teams, faktanya paling banyak sekitar 50% sampai 60% siswa yang aktif mengikuti, bahkan terkadang hanya 25% siswa yang bergabung dalam meeting. Padahal guru sudah mempersiapkan diri untuk menyampaikan materi. 

Siswa yang sudah merasa di zona nyaman, menganggap tugas yang diberikan guru itu tidak penting. Dan selalu menggunakan senjata tidak ada kuota atau signal yang sering terganggu. Tentu saja, alasan seperti itu sudah biasa didengar guru dan siswa mengira guru pun akan percaya begitu saja. Siswa yang tidak pernah mengikuti pembelajaran daring sama sekali, bagaimana mungkin akan mengetahui materi yang diberikan dan juga tugas yang harus dikerjakan. 

Berusaha menjadi guru yang baik dan sabar ternyata cukup sulit. Apalagi menghadapi situasi saat harus mengalah menghubungi siswa dengan japri dan juga menelepon. Segitunya menjadi guru di saat masa pandemi. Seolah-olah guru yang butuh nilai, bukan siswa yang butuh nilai. Lagi-lagi hanya bisa sabar yang menjadi andalan. Sabar tingkat dewa dan sabar yang tidak ada batasnya. 

Semester genap sudah berjalan hampir dua bulan, ada beberapa siswa yang masih santai dan tanpa dosa tidak ada itikad baik untuk memperbaiki nilai semester ganjil yang belum tuntas. Apa siswa mengira nilai itu bisa tuntas sendiri tanpa ada usaha untuk memperbaiki? Siswa jaman now yang maunya santai tapi nilai tuntas. 

Sabar lagi dan harus sabar. Sampai kapan ya menahan sabar itu? Seandainya menjadi guru yang idealis apakah masih diperbolehkan di jaman sekarang dalam masa pandemi? Guru yang menuntut siswa untuk manut dan mengikuti aturan. Guru yang menginginkan siswa mengerjakan tepat waktu. Guru yang mengharuskan siswa hadir 100% dalam meeting. Rasanya mustahil, yang ada nanti hanya beberapa siswa yang naik kelas dan lulus. Dilematis...

Kembali lagi ke jiwa seorang guru yang ingin mendidik siswa menjadi lebih baik dengan menganggap siswa seperti anak sendiri. Banyak tantangan yang harus dihadapi dan itu menjadi PR setiap guru. 

Bumiayu, 12 Februari 2021



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Karakter di SMA N 1 Paguyangan Kabupaten Brebes

SMAN 1 Paguyangan Meraih Juara 3 Lomba Best Practice Inovasi Sekolah Tingkat Provinsi Jawa Tengah

Sepenggal Kisah Kopdar RVL 1