Kenangan Di Kereta Api Purbaya

Oleh : Milati Masruroh

Hari raya idul fitri atau lebaran adalah hari kemenangan setelah satu bulan lamanya menjalankan ibadah puasa. Tidak terkecuali anak-anak yang sumringah menyambut lebaran. Malam menjelang lebaran, suara petasan terdengar dimana-mana untuk merayakan hari kemenangan itu. Bahagia dan sangat bahagia. Semua anggota keluarga berkumpul. Yang berada di perantauan semua kembali ke rumah untuk merayakan lebaran bersama keluarga besar yang sangat dicintainya.

Tradisi mudik ke kota kelahiran ibu di kota yogyakarta untuk mengunjungi sanak saudara tidak pernah terlewatkan.  Meskipun berangkatnya setelah lebaran hari kedua dengan menggunakan kereta api purbaya. Purbaya itu singkatan dari Purwokerto Surabaya. Maklum lah, jaman dulu orang tua tidak memiliki kendaraan pribadi. jadi harus sewa mikro meskipun hanya sampai stasiun. Dan kebetulan kalau naik bus, ibu mabuk perjalanan. Jadi belum naik bus aja, ibu sudah kelihatan tidak bersemangat karena harus menahan mual-mual dan pusing.

Pagi-pagi buta sekitar jam dua, bapak sudah membangunkan anak-anak untuk segera mandi. Padahal mata ini masih ingin terpejam, karena kecapekan seharian keliling ke rumah-rumah saudara untuk bersilaturahmi saling bermaaf-maafan. Bapak memang disiplin untuk masalah waktu. Apalagi jarak rumah ke stasiun sekitar 32 km, kira-kira membutuhkan waktu satu jam untuk sampai ke stasiun. Daripada ketinggalan kereta, lebih baik menunggu satu sampai dua jam di stasiun.

Jam tiga pagi, mikro yang dicarter bapak sudah terdengar di depan rumah. Tambah panik pastinya, karena bapak sudah ribut terus untuk segera menuju mikro. Apalagi mikro juga harus menjemput teman bapak yang rumahnya sekitar 2 km dari rumah. Dingin dan menggigil diabaikan. Semua barang segera disiapkan dan dipastikan tidak ada yang tertinggal.

Satu jam berlalu dan sampailah di stasiun purwokerto sekitar pukul empat lebih. Sambil menunggu kereta purbaya datang jam setengah enam, semua anggota keluarga duduk-duduk di emperan stasiun. Terkecuali bapak yang harus antri untuk membeli tiket kereta.  Adzan subuh berkumandang dari  masjid dekat stasiun. Semuanya beranjak menuju ke mushola stasiun untuk menjalankan ibadah sholat subuh. Begitu sholat selesai, bapak menghampiri dengan membawa tiket kereta yang sudah dibelinya.

Kurang lima menit dari waktu keberangkatan, petugas stasiun mengumumkan untuk para penumpang kereta api purbaya segera mempersiapkan diri karena kereta sebentar lagi akan masuk ke stasiun. Diiringi dengan musik khas pengumuman di stasiun. Dan tidak berselang lama, klakson kereta api terdengar menunjukkan akan segera tiba. Para penumpang tampak berjejer untuk menunggu kereta api ini berhenti. Begitu kereta api berhenti, para penumpang berebut masuk ke dalam termasuk para pedagang asongan. Mencari kursi kosong biar bisa duduk nyaman sampai tujuan.

Berdesak-desakan itu sudah terbiasa setiap naik kali kereta api. Apalagi kereta api kelas ekonomi. Bahkan ada penumpang yang naik di atas gerbong. Belum pedagang asongan yang bolak balik menjajakan dagangannya. Baru di stasiun pertama, belum ditambah penumpang dari stasiun-stasiun berikutnya. Ada kesan tersendiri saat naik kereta api ini, melewati tiga terowongan yang lumayan panjang. Kaget dan panik bagi yang pertama kali naik kereta api. Di suasana yang panas dan berdesak-desakan tiba-tiba jadi gelap. Terdengar anak-anak yang menangis.

Sampai di stasiun kroya, tampak pedagang asongan yang menjajakan pecel khas kroya. Banyak penumpang yang membeli karena sudah waktunya sarapan pagi. Sedang bekal dari rumah yang sudah disediakan sepertinya kurang menarik perhatian. Padahal ayam goreng, tempe kering, dan arem-arem sudah siap untuk disantap.

Kereta api ekonomi pasti selalu mengalah saat ada kereta api bisnis mau lewat. Bisa setengah jam menanti kereta api itu lewat. Panas menyengat dan terdengar anak-anak yang menangis tak henti-henti. Nomor tempat duduk sudah tidak berlaku kalau musim lebaran tiba. Kursi kosong menjadi hak penumpang lain yang pertama naik.

Lima jam berada di dalam kereta api, sampailah di stasiun sentolo. Bapak tampak menurunkan koper, kardus, dan tas dari tempat menaruh barang. Semua kebagian membawa barang bawaan. Maklum, lima hari di tempat simbah. Kereta api pun perlahan-lahan berhenti di stasiun sentolo. Semua turun dan merasa lega terbebas dari suasana yang panas, dan sangat tidak nyaman.

Memang naik kereta api waktu itu beda dengan sekarang yang lebih nyaman dan memanjakan penumpang. Tapi  mudik dengan kereta api ekonomi purbaya telah meninggalkan kesan yang indah untuk dikenang dan menjadi cerita tersendiri di masa kecil. 

Kereta api purbaya kini tidak beroperasi lagi. Sudah tergantikan dengan kereta api logawa. Kereta yang lebih aman dan nyaman. Kereta yang lebih prima dalam pelayanan.

 

Bumiayu, 16 Mei 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Karakter di SMA N 1 Paguyangan Kabupaten Brebes

SMAN 1 Paguyangan Meraih Juara 3 Lomba Best Practice Inovasi Sekolah Tingkat Provinsi Jawa Tengah

Sepenggal Kisah Kopdar RVL 1