Hanya Butuh Siswa yang Disiplin
Oleh : Milati Masruroh
Pembelajaran jarak jauh yang dilakukan secara daring tentu saja membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Dari perasaan kaget, bingung, dan akhirnya pasrah. Wajar sekali karena baru tahun pertama melaksanakan proses pembelajaran secara daring.
Sebelum ada aplikasi Microsoft 365 atau dikenal dengan teams, para guru kebanyakan menggunakan whatsapp group atau WAG. Pertimbangannya siswa juga banyak yang menggunakan aplikasi ini. Dan untuk penilaiannya menggunakan google form. Dimana hasil yang dicapai siswa bisa langsung dilihat. Guru tidak perlu mengoreksi satu per satu hasil penilaian para siswa. Dengan google form ini, ternyata guru juga dimudahkan dalam membuat analisis harian.
Penggunaan aplikasi WAG ternyata tetap ada saja kendala dalam pembelajaran. Siswa yang berada di daerah tertentu kesulitan untuk mendapatkan signal. Selain itu, alasan yang tidak bisa diprotes saat siswa tidak memiliki kuota untuk pembelajaran, karena orang tua tidak ada biaya untuk membeli pulsa atau kuota. Wajar juga, banyak orang tua yang kehilangan pekerjaan karena efek dari pandemi.
Pembelajaran secara daring atau online di satu sisi mengurangi biaya pelaksanaan tes baik penilaian tengah semester atau penilaian akhir semester. Tidak perlu lagi menggandakan soal yang jumlahnya tidak sedikit. Tenaga pengepakan soal juga bisa ditiadakan.
Saat pelaksanaan tes ini, sekolah menggunakan aplikasi google form, meskipun sudah ada aplikasi teams. Pertimbangannya kembali lagi ke siswa yang punya keterbatasan biaya untuk beli kuota dan juga HP yang istilahnya masih jadul. Siswa yang sudah mendapatkan bantuan kuota dari pemerintah ternyata tidak menjamin bisa mengikuti PTS maupun PAS. Ada saja alasan dari siswa yang tidak juga mengikuti tes.
Guru sampai kewalahan saat harus menagih tugas yang harus dikumpulkan dan juga penilaian harian yang harus diselesaikan. Detik-detik pengumpulan nilai rapot akan segera berakhir. Guru wajib menyerahkan nilai rapot dengan harapan semua siswa sudah tuntas.
Begitu besar toleransi yang diberikan kepada beberapa siswa yang belum tuntas juga. Dan pada akhirnya, guru pun harus mengambil sikap untuk tidak menuntaskan nilai rapot khusus untuk siswa yang tidak juga mengumpulkan tugas. Tidak ada guru yang kejam, tapi dengan pertimbangan memberi efek jera.
Nilai yang didapatkan para siswa tidak semudah membalikkan telapak tangan. Siswa harus melewati proses yang menuntut semua tugas dikerjakan. Mau menyontek, mau copy paste, guru menutup mata. Yang penting tugas dikumpulkan untuk acuan membuat nilai rapot. Memang sangat disayangkan, nilai yang bagus bukan karena melihat siswa itu pintar atau tidak. Tetapi, dengan dasar kedisiplinan siswa yang mengumpulkan tugas tepat waktu. Tidak ada guru yang idealis lagi, saat ulangan siswa mendapatkan nilai tuntas. Tetapi, berusaha memahami siswa yang ada itikad baik untuk mengumpulkan tugas. Demikian permasalahan yang dihadapi para guru saat harus membuat nilai rapot. Antara kewajiban dan keikhlasan yang terkadang saling bertentangan. Tetapi kembali lagi ke hati nurani, yang pada akhirnya harus memutuskan nilai. Mau tuntas atau tidak...
Bumiayu, 11 Desember 2020
Komentar
Posting Komentar