Berbicara Tanpa Menyakiti
Oleh : Milati Masruroh
Baik anak panah maupun kata-kata yang terlepas tanpa dipikirkan, ia akan melesat tanpa kendali. Ia sangat mungkin menggores dan melukai orang lain. Waspadalah
Kalimat bercetak tebal adalah status Mr. Emcho di whatsapp. Membaca statusnya kali ini ibarat membuka luka lama yang belum sepenuhnya sembuh. Luka yang tidak terlihat oleh mata. Luka yang tidak akan pernah meninggalkan bekas. Karena tidak ada obat dari dokter spesialis manapun yang bisa menyembuhkan.
Karakter setiap orang yang temperament terkadang tidak disangka kata-katanya akan sangat melukai hati. Apa yang diucapkan sudah di luar kendali sebagai seorang manusia yang punya hati nurani. Tidak peduli sedang berbicara dengan siapa. Karena sudah tidak bisa berpikir dengan normal.
Karakter temperamental sungguh sangat disayangkan. Seperti jauh dari Sang Maha Pencipta. Banyak orang yang tersakiti dengan ucapan-ucapan yang tidak pantas untuk diucapkan. Mungkin lupa dengan doa orang yang terdzolimi itu langsung tembus dan akan diijabah oleh Allah SWT.
Hanya membutuhkan kesabaran dan keikhlasan. Bagaimanapun diam adalah emas untuk menghadapi orang-orang yang temperamen. Diam bukan berarti kalah, tapi diam untuk menang.
Dengan kejadian yang pernah dialami tentunya menjadi introspeksi diri untuk tidak banyak bicara dengan orang lain. Berbicaralah yang penting dan dengan bahasa yang sopan. Termasuk terhadap anak didik. Berbicara yang penuh dengan kehati-hatian.
Merasa tersakiti bukan berarti terus membalas dengan menyakiti. Hanya mungkin perlu menghindar untuk tidak bertatap muka atau bertemu. Ada hikmah di balik kejadian, berhati-hati memilih teman apalagi sahabat. Memanfaatkan waktu untuk mengerjakan sesuatu yang bermanfaat, dengan tidak banyak bicara tapi membuktikannya dengan karya. Waktu adalah ibarat uang yang sangat berharga. Jarum jam tidak akan berputar ke kiri untuk mengembalikan waktu.
Bumiayu, 15 November 2020
Komentar
Posting Komentar