Antara Keinginan dan Kecemasan
Oleh : Milati Masruroh
Untuk menjadi penulis yang profesional pasti membutuhkan proses yang panjang. Apalagi bagi orang yang latar belakang pendidikannya bukan dari bahasa. Mungkin tidak semua orang, cuma beberapa saja yang seperti itu. Bagi orang yang berlatar belakang pendidikan eksak cenderung lebih suka berpikir praktis. Tidak suka muter-muter saat menjawab atau memberi pertanyaan. Mungkin bisa dikatakan lebih idealis ketimbang orang sosial.
Bagi orang eksak menjawab soal perhitungan pasti lebih menyenangkan ketimbang harus membuat karangan. Membedakan jenis karangan saja kadang kesulitan di saat harus menentukan jenis karangan dari sebuah cerita. Padahal sudah tahu definisi dari jenis-jenis karangan itu. Apalagi disuruh membuat karangan jenis deskripsi atau argumentasi. Untuk memulai saja otak berhenti untuk berpikir.
Menulis juga merupakan hoby bagi yang suka menulis. Tapi bagi yang tidak suka menulis itu merupakan tantangan yang luar biasa. Apalagi kalau harus menulis sampai 700 kata. Dipastikan bolak balik melihat pojok bawah laptop.
Ada kekaguman saat membaca tulisan-tulisan penulis senior. Hebat banget dalam merangkai kata demi kata seperti air yang mengalir. Orang lewat depan rumah saja bisa dijadikan ide untuk menulis.
Dalam hati pun sebenarnya ingin menunjukkan kalau bisa menulis, tapi kadang kecemasan lebih menghantui ketimbang keberanian. Butuh waktu khusus untuk menuangkan tulisan-tulisan. Butuh ketenangan saat merangkai kata demi kata.
Belajar menulis itu berat bagi penulis pemula. Apalagi saat diberi tawaran tantangan menulis setiap hari. Hanya bisa tercengang 2 menit depan layar HP. Otak berasa penuh, air mata mau keluar, nafas pun terasa sesak. Bingung saat harus memutuskan. Antara keinginan dan juga kecemasan.
Bumiayu, 3 April 2020
Komentar
Posting Komentar