Demenyar

Oleh : Milati Masruroh

Menulis setiap hari untuk menjaga komitmen. Setiap saat harus mencari ide sampai lubang semut. Apa pun yang dirasakan dan dialami bisa saja menjadi ide untuk menulis.

Mengajak teman-teman untuk ikut pelatihan menulis itu tidak mudah. Hanya butuh kesadaran diri dari hati nurani. Kalau hanya karena ikut-ikutan biasanya hanya sesaat. Istilahnya demenyar, hanya semangat di awal saja. Habis itu, akan kembali ke semula tanpa beban.

Kepala Sekolah yang memotivasi para guru dan mendukung kegiatan  guru, apalagi yang menunjang kenaikan pangkatnya hanya didengarkan satu dua guru saja. Yang lain seperti air yang mengalir, lewat saja tanpa ada respon. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan. 

Hasil karya yang dishare Kepala Sekolah sebagai upaya untuk memotivasi guru, sepertinya tidak pengaruh. Para guru hanya berbasa basi untuk sekedar memuji. Habis itu, para guru lupa lagi. 

Bagaimana mau menerbitkan buku, untuk motivasi menulis apalagi mengikuti pelatihan saja hanya omdo (omong doang). Dengan berbagai macam alasan yang intinya malas untuk mengikutinya.

Menumbuhkan kesadaran itu berat. Apalagi sama-sama sudah dewasa alias tua. Tak pantas dan tak percaya diri rasanya saat harus mengajari orang yang lebih pintar. Kriteria orang, salah satunya merasa pintar dan tidak mau menerima ilmu orang lain. Bukannya semakin merendah, tapi malah membusungkan dada kalau merasa paling pintar. Orang lupa dengan istilah masih ada langit di atas langit. 

Ketakutan akan dibully pun menghantui pikiran dan perasaan, saat kepala sekolah meminta ijin untuk mengeshare hasil karya. Karena tidak semua orang ikut bangga dan bahagia dengan karya yang memang biasa tidak ada istimewanya. Hanya dipandang sebelah mata, dan meremehkan hasil karya. 

Bumiayu, 6 Oktober 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Karakter di SMA N 1 Paguyangan Kabupaten Brebes

SMAN 1 Paguyangan Meraih Juara 3 Lomba Best Practice Inovasi Sekolah Tingkat Provinsi Jawa Tengah

Sepenggal Kisah Kopdar RVL 1