Anak Jaman Now
Oleh : Milati Masruroh
Termasuk lulusan
corona, yang tidak ada acara perpisahan di sekolah masing-masing. Tahun ini
kedua jagoan akan masuk ke SD dan SMP. Sudah pasti semuanya baru. Meskipun
sudah new normal, sebenarnya agak takut dan khawatir untuk membeli keperluan
sekolah di pusat perbelanjaan. Tapi mau gimana lagi, masuk sekolah tinggal
menghitung hari.
Dengan menyiapkan
masker dan hand sanitizer, jam sebelas berangkat dari rumah menuju ke pusat
perbelanjaan. Sekitar satu jam perjalanan akhirnya sampai. Langsung menuju ke
toko khusus seragam sekolah untuk membeli seragam merah putih dan seragam
pramuka. Untuk baju putih dan baju atasan pramuka sengaja beli dua, karena
khawatir baru dipakai sekali sudah tidak pantas dipakai karena kotor. Apalagi
untuk jagoan yang super aktif. Semua disiapkan dua seragam yang sama.
Seragam sudah didapat,
lanjut membeli tas, buku, dan perlengkapan lainnya. Semua dipilih sendiri. Anak
jaman now memang harus dimengerti. Tidak bisa disamakan dengan jaman tahun
80an, anak manut dengan apa yang dibelikan orang tua. Dibelikan seragam baru
hanya waktu masuk sekolah, dan akan dibelikan lagi saat baju sudah tidak muat
atau kekecilan.
Anak sekarang, untuk
jajan aja tidak cukup 10rb dalam sehari. Tidak peduli orang tua punya uang apa
tidak. Sudah beda jaman katanya. Berangkat sekolah mana ada anak mau jalan
kaki. Orang yang katanya tidak mampu juga sekarang bisa dilihat motor baru yang
parkir di teras rumah. Dengan dalih untuk transport anaknya sekolah, karena kalau
naik kendaraan umum itungannya lebih mahal.
Mungkinkah
ini yang disebut dunia terbalik? anak sekarang yang cenderung dimanjakan justru
mengatur orang tua, dan orang tua juga dibuat tidak berdaya dengan keinginan
sang anak. Katanya pengaruh sinetron di TV yang kebanyakan tidak mendidik untuk
anak-anak usia sekolah. Kalau diperhatikan, anak sekarang itu justru lebih
asyik bermain handphone ketimbang nonton TV. Apanya yang salah?
Salah
satu penyebab utama bisa dimungkinkan adalah pengaruh lingkungan. Lingkungan yang
tidak tepat untuk anak-anak seusia sekolah. Memang kesibukan orang tua juga
bisa menjadi penyebabnya, karena kurang mengawasi pergaulan anak-anaknya yang
sedang mencari jati diri. Banyak anak yang dari rumah berangkat, tapi tidak
sampai ke sekolah. Panggilan orang tua ke sekolah setelah beberapa hari anak tidak
berangkat, baru menyadarkan orang tua kalau sang anak tidak seperti yang
diharapkan. Kepercayaan yang dikhianati oleh sang anak sendiri.
Menjadi
dilema bagi orang tua, saat sang anak tidak dibelikan handphone, pembelajaran
dilaksanakan dengan sistem online yang pastinya membutuhkan kuota yang tidak
sedikit. Saat sudah dibelikan kuota, sang anak sibuk bermain game online. Seperti
kelelawar yang hidupnya malam jadi siang, dan siang pun jadi malam. Maksudnya saat
malam hari anak akan asyik bermain game hingga tanpa sadar pagi telah datang,
dan siangnya untuk tidur seharian. Padahal kata orang tua, orang yang bangunnya
kesiangan saja rejekinya akan habis dimakan ayam. Hehe...
Itulah
kehidupan sekarang, sebagai orang tua harus bisa mengerti dan memahami sang
anak yang hidup di era kecanggihan teknologi. Berusaha menanamkan ilmu agama
dari dini, agar sang anak memiliki pondasi yang kuat dalam bergaul. Tidak meninggalkan
sholat lima waktu, dan bisa menjadi anak yang soleh.
Bumiayu, 7 Juli 2020

Amiiiin doa kita sama unt ank didik kita ya bi mil
BalasHapusbetul bun
Hapusterima kasih sudah berkunjung
Mantap
BalasHapusterima kasih bun...
HapusTugas ibu harus bisa mengawal anaknya sukses jdi dunia dan akhirat
BalasHapusTugas yang tidak ringan nggih bun...
HapusTulisan ibu adalah jejak 'sang pemberi semangat' untuk keluarga di masa mendatang.
BalasHapusMasih belajar menulis
HapusTerima kasih
Mntpp.ibu, mmng realita bgt terjdii yg pntng semua berjln lncrr
BalasHapusBetul
HapusTerima kasih sudah berkunjung
mantap BuMila
BalasHapusterima kasih bun
HapusMantul buu
BalasHapusTerima kasih bun
Hapus